DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN LUWU

DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN LUWU

Rabu, 19 Oktober 2011

LIGA GOLO LUWU MOMENT PENCARIAN BAKAT SEPAKBOLA

Inisiatif Bupati Luwu H. Andi Mudzakkar untuk kembali menggairahkan dunia sepakbola di Tana Luwu akhirnya diwujudkan dan dikemas dalam suatu event akbar dengan menggelar Liga Golo Luwu.
                Liga Golo Luwu (LGL) di buka secara resmi oleh Bupati Luwu, Selasa, 18 Oktober 2011 yang dipusatkan di Lapangan Opu Daeng Risadju Belopa. Dalam sambutannya, Bupati Luwu, Ir.  H.A. Mudzakkar mengharapkan turnamen Liga (LGL) Tahun 2011 ini bisa dijadikan moment untuk mencari bibit pesepakbola di Luwu dan ajang silaturahmi antar kecamatan se Kabupaten Luwu. 
Ketua Panitia LGL 2011, Muhaddar menjelaskan, pelaksanaan Liga Golo Luwu ini akan diikuti 21 group tingkat Kecamatan yang akan dibagi dalam 4 Area, dimana pertandingan akan menggunakan sistem setengah kompetisi dimana babak penyisihan, 8 besar hingga semi final masih menggunakan sistim tandang kandang atau home - away, sedangkan pada final dengan menggunakan sistim gugur. 

Kamis, 13 Oktober 2011

Bupati Mengajak Masyarakat untuk Melestarikan Pohon Sagu

Pohon Sagu


Seperti kita ketahui Sagu (pati sagu) adalah salah satu makanan pokok beberapa daerah di Indonesia timur bukan hanya di luwu tapi di Papua, Maluku, Sulawesi Utara, dan sejumlah daerah di Nusa Tenggar. Konsumsi sagu sebagai makanan pokok antara lain dalam bentuk makanan tradisional, seperti papeda, kapurung, dan sagu bakar.
Saat ini, sekitar 30 persen masyarakat Maluku dan Papua masih menggunakan sagu sebagai makanan pokok dalam menu sehari-harinya, 50 persen menggunakan menu sagu dan umbi-umbian, sedangkan sisanya, terutama yang berada di daerah perkotaan, sudah beralih ke beras.
                Namun saat ini di Luwu khususnya di beberapa daerah, perkebunan sagu sudah ada yang beralihfungsi menjadi persawahan, perkebunan bahkan adalagi yang menjadikan areal pembangunan perumahan. Hal ini membuat Bupati Luwu H. Andi Mudzakkar menjadi prihatin.
                Keprihatinan Bupati diungkapkannya disela-sela tudang sipulung dengan sejumlah anggota kelompok tani (Poktan) di Desa Komba dan Komba Selatan. Bupati meminta kepada masyarakat untuk tetap melestarikan pohon sagu yang tumbuh di daerah masing-masing. Hal ini untuk mencegah berkurangnya pohon sagu di tana Luwu sehingga lambat laun akan terjadi kepunahan bahan pangan sagu yang menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Tana Luwu. 
 "Dari dulu daerah kita ini terkenal sebagai daerah penghasil sagu sehingga dimana-mana orang Luwu berada pasti selalu tidak lupa membawa sagu karena kita memiliki makanan khas kapurung yang berbahan dasar sagu. Untuk itu, saya mengharapkan masyarakat petani yang memiliki pohon sagu agar menjaga kelestariannya dan tidak dialihfungsikan menjadi areal persawahan, perkebunan maupun areal perumahan," harap Bupati Luwu.

TAHUN 2011, DISHUBKOMINFO MEMASANG 250 BUAH RAMBU-RAMBU JALAN

Kabid Perhubungan Darat, Rakhmat Arifuddin, S.Sos. M.Si


Dalam rangka menjamin keselamatan, ketertiban dan keamanan lalulintas dalam wilayah Kabupaten Luwu, Pemerintah Kabupaten Luwu dalam hal ini Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Luwu senantiasa melakukan upaya-upaya di bidang keselamatan, kelancaran dan kenyamanan transportasi Darat sesuai dengan fungsi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kab. Luwu.
Salah satu tugas dan fungsi  tersebut adalah upaya  penyediaan Sarana dan Prasarana Lalulintas Angkutan Jalan berupa Alat Penunjuk Isyarat Lalu Lintas (APILL) berupa Trafic Ligth dan Warmin Light, Rambu-Rambu jalan, Marka  jalan, Pagar Pengaman Jalan, Delitinator dan sebagainya .
            Untuk penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu lintas angnkutan Jalan tersebut  terlebih dahulu dilakukan survey keselamatan lalu lintas agar penempatan fasilitas keselamatan jalan
tersebut tepat sasaran  dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebagaimana
yang diatur dalam keputusan Menteri Perhubungann Nomor KM 60 tahun 1993 tentang Marka Jalan, Keputusaan n Menteri Perhubungan Nomor KM 61 tahun 1993 tentang  Rambu Lalu Lintas di Jalan dan keputusan Menteri Perhubungann Nomor KM 60 tahun 2006 dan keputusan Menteri Perhubungann Nomor KM 3 tahun 1994  tentang Alat Pengendali dan pengaman pemakai jalan.
Hingga Tahun 2010 Sarana dan Prasarana Perhubungan yang telah terealisasi yaitu APILL berupa Trafic Light yang baru terpasang  pada kecamatan Bua dan dalam Wilayah Ibukota Belopa. Untuk Trafic Light ini tentunya masih diperlukan penambahan dengan melihat lokasi persimpangan  Jalan dalam wilayah Kabupaten Luwu yang merupakan rawan kecelakaan lalu lintas antara lain Pertigaan Jalan Walenrang – Lamasi, Persimpangan Jalan Poros padang Sappa dan beberapa persimpangan dalam wilayah Ibukota Belopa.  Sedangkan untuk Warning Light akan ditempatkan pada Pertigaan Cilallang dan beberapa wilayah Kecamatan yang dianggap rawan kecelakaan dan  layak untuk pemasangan Warning Light sesuai hasil survey. Upaya pengadaan Fasilitas APILL ini terus diupayakan baik melalui pendanaan Pemerintah Profinsi maupun Pemerintah Pusat, khususnya pada jalan negara atau profinsi yang berada dalam wilayah kabupaten luwu.
Khusus untuk Tahun 2011 ini, berkat  upaya keras Bupati Luwu H.A.Mudzakkar,   Pemerintah Kabupaten Luwu telah mendapatkan anggaran  Dana Alokasi Khusus bidang Keselamatan Transportasi Darat.  Dana Alokasi Khusus Bidang Keselamatan Transportasi Darat yang selanjutnya disebut DAK bidang Keselamatan Transportasi Darat  ini  adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana bidang keselamatan transportasi darat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. DAK bidang Keselamatan Transportasi Darat tahun  2011 ini digunakan  untuk pengadaan dan pemasangan marka Jalan, Rambu-rambu jalan dan pagar pengaman jalan.
Selanjutnya pelaksanaan kegiatan DAK bidang Keselamatan Transportasi Darat ini diadakan dan ditempatkan pada jalan yang menjadi kewenangan daerah dengan prioritas Jalan yang memiliki potensi kecelakaan, jalan yang rawan bencana seperti tanah longsor,  yang memiliki potensi kemacetan, dilalui angkutan umum dan jalan pariwisata.
Melalui DAK tahun 2011 ini Pemerintah Kabupaten Luwu telah mengadakan dan memasang sebanyak 250 rambu-rambu jalan,  yang baru dapat memenuhi kebutuhan rambu-rambu jalan sebahagian wilayah dalam Ibukota Belopa, apalagi untuk kebutuhan semua kecamatan dalam wilayah Kabupaten luwu.  Untuk itu diharapkan bahwa pada tahun 2012  dengan upaya keras Pemerintah kabupaten Luwu dalam hal ini Bapak Bupati Luwu H.A. Mudzakkar,  Kabupaten Luwu akan kembali mendapat  dana ini lagi mengingat bahwa luasnya wilayah  kabupaten luwu dengan titik rawan kecelakaan dan keselamatan lalu lintas yang cukup banyak sehingga kebutuhan fasilitas Rambu-rambu jalan sangat besar.  

SEJARAH SINGKAT BELOPA SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN LUWU



A.      MASA KERAJAAN LUWU
Belopa sejak awal adalah bagian Integral dari “ KERAJAAN LUWU” yang semulanya berkedudukan di Ussu Malili (sekarang masuk wilayah Luwu Timur) sebagai pusat pengendalian pemerintahan yang dipimpin Payung Luwu Pertama.
Dalam dinamika perkembangan sejarah Kedatuan Luwu,Were’ (WATAMPARE) atau ibukota sebagai pusat pengendalian pemerintahan kedatuan Luwu telah berpindah tempat beberapa kali antara lain pertama ke Manjapai (sekarang wilayah Kab. Kolaka Utara), kedua Cilallang Kamanre Kec. Kamanre ketiga Patimang Kec. Malangke dan keempat atau terakhir Palopo.
Pada  saat ibu kota pemerintahan Kedatuan Luwu berkedudukan di Kamanre, Datu menempatkan petugas Kedatuan, (Pabbate-bate rilaleng pare)di Bajo dengan gelar Sanggaria Bajo, yang  bertugas mengawasi dan mengontrol keamanan lalu lintas perdagangan di Belopa dan Lamunre melalu pelabuhan ulo-ulo.
Oleh karena tuntutan kebutuhan pemerintahan Kedatuan Luwu, maka sebelum abad ke-16 Masehi, diadakan reorganisasi system pemerintahan Kedatuan Luwu yang membentuk tiga wilayah besar yang dipimpin oleh anak Tellue yaitu :
-          Wilayah Makkole Baebunta dipimpin oleh Opu Makkole Baebunta meliputi Kab. Luwu Utara, Kab. Luwu Timur sampai Kab. Marowali Poso Sulawesi Tengah.
-          Wilayah Maddika Bua dipimpin oleh Opu Maddika Bua meliputi Kec Bua, Bastem, Kab. Tana Toraja, Kab. Kolaka Utara, dan Walenrang-Lamasi.
-          Wilayah Maddika Ponrang dikpimpin oleh Opu Maddika Ponrang meliputi Kec, Ponrang, Bupon, Latimojong, Kamanre, Bajo, Belopa, Suli, Suli Barat, Larompong / Larompong Selatan.
      Dalam fase ini Belopa berada pada wilayah Kemadikaan Ponrang, dalam momentum penting lainnya, wilayah Belopa tepatnya dikampung senga di bentuk salah satu “LILI PASSIAJINGENG” atau wilayah kekerabatan dalam Kedatuan Luwu, sehingga mulai saat itu Belopa berada dalam wilayah “LILI PASSIAJENGENG” Opu Arung Senga atau wilayah yang berlangsung berada dibawa koordinasi Datu Luwu karena berada diluar koordinasidari salah sxatu anak Tellue (sejenis daerah khusus istimewah di pemerintahan sekarang). Perkembangan tersebut diatas tidak diketahui secara pasti keadaannya, sampai masuknya islam dan penjajah Hindia Belanda di wilayah kerajaan Luwu.
B.     Masa Kerajaan Hindia Belanda
            Pada tahun 1905, Pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki pusat Kedatuan  Luwu di Palopo setelah terlebih dahulu melalui serentetan pertempuran, berselang beberapa waktu kemudian maka di Bajo ditempatkan seseorang pejabat Hindia Belanda yang disebut “ TUAN PETORO KECIL”dengan wilayah kekuasaan yang  disebut “DISTRIK” dari wilayah kekuasaan Kedatuan Luwu bagian Selatan, yang sebelumnnya secara DE FACTO menjadi wilayah OPU SANGGARIA Bajo, dimana didalamnya terdapat Belopa dan Pelabuhan Ulo-Ulo, beserta daerah-daerah lainnya di wilayah Kedatuan Luwu bagian Selatan.
            Oleh karena kepentingan penjajah pemerintah Hindia Belanda, maka Belopa tetap diberi posisi penting, baik karena letak geografis, maupun karena didukung oleh pelabuhan Ulo-ulo, yang dapat memperlancar perdagangan rakyat  antara pulau.Begitu pentingnya Belopa dalam pandangan pemerintah Hindia Belanda sehingga TUAN PETORO KECIL yang berkedududkan di Bajo, sangat mendukung Belopa sebagai daerah agraris dan sentra perdagangan hasil bumi di bagian selatan. Tetapi, pada sisi lainnya ruang gerak masyarakat itu di batasi kebebasannya, dan inilah yang menjadi salah satu pemicu munculnya gerak nasionalisme dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk “SRIKANDI LUWU DARI BELOPA”yaitu”OPU DG RISAJU” masa pendudukan Jepang.
            Pada tahun 1942 Jepang berhasil menghalau pemerintah Hindia Belanda, namun sistem pemerintahan hampir sama dengan system pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemrintah Hindia Belanda, tetapi rakyat akan lebih legah, karena diberi kebebasan berusaha, bercocock  tanam dan nelayan.
            Keadaan tersebut diatas member suasana baru bagi masyarakat yang mendiami Bajo-Belopa dan sekitarnya, sehingga hasi-hasil bumi masyarakat Belopa dan sekitarnya yang dikenal dengan nama TANA MANAI lebih meningkat , dan inilah yang member motivasi sehingga Belopa dan sekitarnya, diberi julukan “PABBARASANNA TANA LUWU” (LUMBUNG PANGAN TANA LUWU)
C.     Masa kemerdekaan dan pergolakan DI-TII
            Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggal 29 Desember 1949 Kab. Luwu pada umumnya dan Tana Manai pada khususnya, dilanda gangguan keamanan dengan pergolakan DI/TII.
            Pada masa tersebut meskipun Belopa berada dalam wilayah distrik Bajo dari Onder Afdeling Palopo, tetapi secara De Facto kegiatan pemerintahan dan upaya pemulihan keamanan tetap berpusat di Belopa, sampai berakhirnya pergolakan DI-TII sekitar  tahun 1962.
Masa pemerintahan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia (NKRI)
            Dengan berlakunya UU.Darurat No.3 Tahun 1957 tentang penghapusan sistim pemerintahan SWAPRAJA dan terpisahnya Tana Toraja dari Kab. Luwu, maka praktis system pemerintahan SWAPRAJA menjadi hapus, disertai berakhirnya pula pemerintahan system kerajaan Luwu. Datu Luwu Andi DJemma langsung menjadi Bupati / Datu Luwu kala itu.Dengan berlakunya UU. 29 Tahun 1959 tentang terbentuknya daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi sistem pemerintahan SWATANTRA dihapus.
Pada waktu itu wilayah Kab. DATI II LUWU di bentuk 16 Kecamatan dan salah satu di antaranya adalah Kecamatan Bajo dengan ibukotanya Belopa, sesuai keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk I Sulawesi Selatan Tenggara Nomor : 2067 A Tahun 1961 Tanggal 19 Desember 1961 oleh karena Belopa mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang, maka Belopa ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan pada tahun 1983, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1983, pada perkembangan berikutnya di bentuk pembantu Bupati wilayah III yang  berkedudukan di Belopa pada Tahun 1993.
            Sebagai konsekwensi logis lahirnya UU. Nomor : 12 Tahun 1999, sebagai tandapelaksanaan otonomi daerah, mekarlah Kab. Luwu Utara dengan ibikota Masamba berdasarkan UU Nomor : 13 Tahun1999. Bahkan sesudah itu kota Palopo sebagai ibukota Kab.Luwu ditingkatkan statusnya menjadi kota otonom, dengan lahirnya UU Nomor : 11 Tahun 2002. Pada waktu itu kota Palopo berfungsi ganda disamping sebagai ibukota induk (Kab. Luwu) juga sebagai ibukota otonom Palopo hasil pemekaran . Dengan berpedoman peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka diupayakan pemindahan ibu kota Kab. Luwu dari Palopo ke Belopa dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.      Pada tahap pertama pemerintahan Kabupaeten Luwu melakukan penjaringan aspirasi dari berbagai elemen masyarakat Kabupaten Luwu, pada umumnya mereka menghendaki ibu kota Kabupaten Luwu di tempatkan di kota Belopa, mengingat letak geografis, aksebilitas dan faktor pendukung lainnya yang di nilai  sangat strategis.
Sebagai penguatan dan respon pemerintahan daerah dan DPRD Kab. Luwu atas aspirasi masyarakat tersebut, sehingga pelantikan Bupati  dan Wakil Bupati periode 2004 – 2009 pada tanggal 13 Februari 2004 ditempatkan dikota Belopa.
Dengan demikian Drs, H. Basmin Mattayang, M.Pd dan Ir. Bahrum Daido merupakan Bupati Luwu dan Wakil Bupati Luwu yang pertama dilantik di kota Belopa.
2.      Pada tahap kedua, Pemda Kabupaten Luwu meminta persetujuan DPRD Kabupaten Luwu atas usul pemindahan ibukota Kab.Luwu dari Kota Palopo ke Belopa sesuai surat Bupati Luwu Nomor : 180 / 46/HUK/2004 Tanggal 1 April 2004, DPRD Kab. Luwu menindak lanjuti dengan keluarnya surat keputusan DPRD Kab. Luwu, Kabupaten Luwu Nomor : 18 Tahun 2004 Tanggal 15 April 2004.Pada tahap kedua ini pula, kembali pemerintah daerah dan DPRD menunjukkan keseriusannya dengan peresmian pengangkatan anggota DPRD Kab; Luwu masa jabatan 2004-2009 dikota Belopa pada tanggal 28 Oktober  2004.
3.      Tahap ketiga mengusulkan ke Gubernur Sulawesi Selatan mengenai  Belopa sebagi ibukota Kabupaten Luwu sesuai surat Bupati Luwu Nomor : 135 / 81/ HUK/ 2004 Tanggal 15 Mei 2004, selanjutnya Gubernur Sulawesi Selatan melanjutkan usulan tersebut ke Menteri Dalam Negeri melalui suratnya Nomor : 135 / 2317 / OTDA Tanggal 9 Juni 2004 yang di susul Surat Gubernur  Sul-Sel yang kedua dengan Nomor : 135 / 3902 / OTDA Tanggal 14 September 2004, dan juga Surat Bupati Luwu ke Menteri Dalam Negeri dengan Nomor : 135 / 83 /HUK / 2004 Tanggal 17 Mei 2004
4.      Tahap keempat adalah melakukan kajian akademik sesuai petunjuk Menteri Dalam Negeri melalui surat beliau Nomor : 134 / 1279 / OTDA Tanggal 19 Oktober 2004 dan dengan keputusan Bupati Nomor : 302 / XI / 2004 Tanggal 23 Desember 2004, dibentuklah Tim pengkajian pemindahan ibukota Kab. Luwu  dari kota Palopo ke kota Belopa, hasilnya di kirim ke Menteri Dalam Negeri untuk menjadi dasar melakukan observasi yang melakukan pada bulan Mei Tahun 2005
5.      Tahap kelima adalah penyusunan dan pembahasan rancangan peratura n pemerintah pada bulan Juni sampai Oktober 2005, yang pembahasannya melibatkan instansi antar Departemen, melalui beberapa kali tahapan pembahasan sampai rancangan peraturan pemerintah tersebut menjadi final dan siap dikirim ke – Presiden Republik Indonesia
6.      Tahap keenam adalah penyampaian rancangan peraturan pemerintah oleh Menteri Dalam Negeri ke Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Sekretaris Negara. Pada tanggal 30 Desember 2005 Peraturan Pemerintah  tentang pemindahan ibukota Kab. Luwu dari kota Palopo ke kota Belopa, Kabupaten Luwu, di tanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia denga Nomor  : 80 Tahun 2005 akhirnya  pada tanggal 13 Februari 2006 kota Belopa di resmikan jadi ibu kota Kab. Luwu oleh Gubernur Sulawesi Selatan.
Demikian sejarah singkat Belopa sampai ditetapkannya menjadi ibukota Kabupaten Luwu.

                                              

Selasa, 11 Oktober 2011

DISHUBKOMINFO LUWU IKUTI PELATIHAN AKURASI DATA TRANSPORTASI NASIONAL 2011

Dalam rangka mengakuratkan data Transportasi Nasional 2011 sebagai dasar pertimbangan Pemerintah Pusat untuk melakukan pengembangan dan pembangunan di bidang transportasi darat, Personil Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kab. Luwu dalam hal ini personil Bidang Perhubungan Darat mengikuti beberapa rangkaian pelatihan Penelitian Asal Tujuan Transportasi di Aula Pertemuan Dishubkominfo Kab. Luwu, Selasa, 11 Oktober 2011 lalu.
Pelatihan yang dilaksanakan selama sehari itu terselenggara berkat kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan RI bersama Lembaga Independent yang ditunjuk selaku panitia pelaksana Pelatihan di tingkat Kabupaten Luwu.
Rencana pelaksanaan Penelitian akan dilaksanakan secara serempak di 497 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dishubkominfo Kab. Luwu sendiri akan memulai penelitian pada hari Kamis-Minggu, tanggal 13 – 16 Oktober 2011 dibeberapa titik wilayah Kabupaten Luwu.
Kabid Perhubungan Darat Dsihubkominfo Kab. Luwu, Rakhmat Arifuddin, S.Sos. M.Si yang ditemui di ruang kerjanya mengharapkan seluruh Personil yang telah ditunjuk untuk melakukan tugas Survey Asal Tujuan Transportasi Nasional dapat melaksanakan tugas dengan baik dan data harus obyektif tanpa direkayasa.
“Hasil survey ini sangat penting karena akan dijadikan bahan pertimbangan yang nantinya secara mikro akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan transportasi di Kab. Luwu,” kata Rakhmat.
Personil yang diturunkan untuk kegiatan sebanyak 40 orang yang terbagi pada tiga titik pengambilan Data, yaitu :
1.       Perbatasan Luwu-Wajo di Batulappa sebanyak 26 Personil
2.       Jembatan Timbang Larompong sebanyak 12 Personil dan
3.       Jembatan Timbang Tombang sebanyak 12 Personil.